Islam di Asia Tenggara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam adalah agama yang pada saat ini sudah
menyebar ke seluruh benua. Karena memang didalam ajaran Islam itu sendiri
menuntut kepada orang yang memeluk agama Islam untuk menyebarkan kepada
umat-umat yang lainnya yang belum kenal Islam, di dalam Islam pun ajarannya,
sudah dimengerti sesuai rasional dan juga banyak bukti-bukti alam bahwa agama
Islam adalah agama yang benar. Maka orang Islam yang berakhlak baik memudahkan
dalam penyebarannya agar penduduk sekitar yang non Islam mau menerima,
mengikuti, dan masuk agama Islam.
Salah satu fakta tentang orang yang paling
berpengaruh diseluruh dunia nomor satu adalah Nabi kita Rasulullah Muhammad
Saw. Beliau menyebarkan Islam sendirian dimekkah yang saat itu penduduknya
jahiliyyah dan kemudian berubah menjadi masyarakat yang berakhlak baik dengan
memeluk agama Islam yang dibawa oleh Nabi. Dari sinilah penyebaran Islam
semakin luas ke seluruh dunia hingga sampai ke Indonesia dan negara yang di
Asia Tenggara.
Negara-negara yang termasuk wilayah Asia
Tenggara adalah Vietnam, Laos, Kamboja, Burma, Thailand, Malaysia, Singapura,
Indonesia, Filipina, dan Brunei Darussalam. Luas wilayahnya secara keseluruhan
sekitar 4.100.000 kilometer persegi.[1]
Negara-negara tersebut telah sepakat membentuk sebuah organisasi yang disebut
ASEAN (Association of The South East Asia
Nation) yang bertujuan menjalin kerjasama dalam beberapa bidang, terutama
di bidang ekonomi dan kebudayaan.
Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan
sosial yang patut diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang ada di Asia
Tenggara penduduknya, baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam.
Misalnya, Islam menjadi agama resmi Negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei
Darussalam, negara Indonesia (penduduknya mayoritas atau sekitar 90 % beragama
Islam), Burma (sebagian kecil penduduknya beragama Islam), Republik Filipina,
Kerajaan Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura.
Dari segi jumlah, sekitar 240 juta orang di
seluruh Asia Tenggara yang mengaku sebagai Muslim. Jumlah tersebut hampir
seperempat dari total jumlah umat Muslim di dunia yang mencapai 1,6 miliar
jiwa. Berdasarkan kenyataan ini, Asia Tenggara merupakan satu-satunya wilayah
Islam yang terbentang dari Afrika Barat Daya hingga Asia Selatan, yang
mempunyai penduduk Muslim terbesar.[2]
Kemudian bagaimana Sejarah Islam di Asia Tenggara (pra modern dan modern)
Dalam makalah ini akan di
bahas mengenai sejarah masuknya Islam di Asia Tenggara, perkembangan Islam di Asia
Tenggara Islam di Negara-negara Asia Tenggara serta Asia Tenggara Modern.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Asia
Tenggara?
2. Bagaimana perkembangan Islam di Asia
Tenggara?
3. Bagaimana Islam di Negara-negara Asia
Tenggara?
4. Bagaimana Asia Tenggara Modern?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk menjelaskan sejarah masuknya Islam di
Asia Tenggara.
2. Untuk menjelaskan perkembangan Islam di Asia
Tenggara.
3. Untuk menjelaskan Islam di negara-negara
Asia.
4. Untuk menjelaskan Asia Tenggara Modern.
BAB
II
PEMBAHASAN
Letak Geografis Asia Tenggara
Asia Tenggara Adalah sebuah kawasan yang terletak di
benua Asia bagian Tenggara. Kawasan ini mencakup Indo Cina dan Semananjung
Malaya serta kepulauan di sekitarnya. Asia Tenggara berbatasan dengan Republik
Rakyat Cina di sebelah utara, Samudra Pasifik di timur, Samudra Hindia di
Selatan, dan Samudra Hindia, Teluk Benggala, dan anak benua India Barat.
Asia Tenggara biasa dipilah dalam dua kelompok, yaitu
Asia Tenggara Daratan (ATD) dan Asia Tenggara Maritim (ATM).
a. Negara-negara yang termasuk Asia Tenggara
Daratan (ATD) adalah Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam.
b. Negara-negara yang termasuk Asia Tenggara
Maritim (ATM) adalah Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Timor
Leste.[3]
Asia Tenggara merupakan letak yang strategis dikarenakan,
Letak Asia Tenggara di
tengah perjalanan Timur Barat, Dihubungkan dengan Selat Malaka dan Laut Cina
Selatan, Adanya beberapa bandar seperti:
Sriwijaya, Perlak, Pasai, Malaka, Batam, Cirebon, Makasar, Brunei, dan Pattani,
Ada hubungan dengan Lautan Hindi dan Laut China Selatan dan Angin muson
Barat Daya dan Timur Laut, sehingga mempertemukan para pedagang.[4]
Sebagian besar penduduk di wilayah Asia Tenggara
berbudaya Melayu, yang membentang di Malaysia dan Indonesia hingga Filipina. Di
negara-negara tersebut, Islam menjadi identitas keberagaman mereka. Sekalipun
pada sisi kebudayaan dan agama tampak homogen, namun pada realitas sosialnya
kehidupan mereka menampakkan variasi dan dinamika.[5]
A.
Sejarah masuknya Islam di Asia Tenggara
1. Kondisi
Asia Tenggara Sebelum dan Ketika Masuknya Islam
Menurut catatan sejarah, bangsa yang pertama kali
diketahui hidup di Asia Tenggara adalah orang Dongson di Vietnam. Mereka sudah tinggal di negeri itu sejak
5000 tahun sebelum Masehi. Disusul kemudian oleh bangsa Thai di Thailand pada
3000 tahun sebelum Masehi. Sedangkan, bangsa Melayu tercatat mulai
mengembangkan kehidupannya di Asia Tenggara pada 2500 tahun sebelum Masehi.
Selanjutnya, datanglah kaum pendatang dari China, khususnya bangsa Yunani dan
lembah Yangtse, di wilayah China Selatan, kemudian bangsa India, Arab, dan
Eropa.[6]
Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya
Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan
pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri
di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan
perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China
melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya
kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya
(abad ke-7-14), Dinasti Umayyah (660-749) dan Dinasti Abbasiyah (750-870.[7]
Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang
Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan
perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650)
kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah datang empat orang Muslim dari jazirah
Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua menetap
dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim
pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi
Muhammad SAW dalam sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di
Canto, yang disebut masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi). Karena itu,
sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah perkembangan Islam di
negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat Nabi Muhammad SAW
sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin banyak orang Muslim berdatangan
ke negeri China baik sebagai pedagang maupun mubaligh yang secara khusus
melakukan penyebaran Islam.[8]
Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah datang
di daerah bagian Timur Asia dan Asia Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas
Selat Malaka sejak abad tersebut sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu,
para pedagang dan mubaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga
menempuh pelayaran melalui Selat Malaka. Kedatangan Islam di Asia Tenggara
dapat dihubungkan dengan pemberitaan dari I-Cing, seorang musafir Budha, yang
mengadakan perjalanan dengan kapal yang di sebutnya kapal Po-Sse di Canton pada
tahun 671. Ia kemudian berlayar menuju arah selatan ke Bhoga (di sekitar daerah
Palembang di Sumatera Selatan). Selain pemberitaan tersebut, dalam
Hsin-Ting-Shu dari masa Dinasti yang terdapat laporan yang menceritakan orang
Ta-Shih mempunyai niat untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan
Ratu Sima (674).[9]
Dari sumber tersebut, ada dua sebutan yaitu Po-Sse dan Ta-Shih. Menurut
beberapa ahli, yang dimaksud dengan Po-Sse adalah Persia dan yang dimaksud
dengan Ta-Shih adalah Arab. Jadi jelaslah bahwa orang Persia dan Arab sudah
hadir di Asia Tenggara sejak abad-7 dengan membawa ajaran Islam.[10]
Sebelum kedatangan Islam agama-agama Hindu dan Budha
adalah kepercayaan utama di Asia Tenggara. Kerajaan-kerajaan di daratan
(semenanjung) Asia Tenggara pada umumnya memeluk agama Buddha, sedangkan kerajaan-kerajaan di kepulauan
Melayu (Nusantara)
umumnya lebih dipengaruhi agama Hindu. Beberapa kerajaan yang berkembang di
semenanjung ini, awalnya bermula di daerah yang sekarang menjadi
negara-negara Myanmar, Kamboja danVietnam. Kerajaan-kerajaan kuno di Asia Tenggara
pada umumnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kerajaan-kerajaan agraris
dan kerajaan-kerajaan maritim. Kegiatan utama kerajaan-kerajaan agraris adalah
pertanian. Mereka kebanyakan terletak di semenanjung Asia Tenggara. Contoh
kerajaan agraris adalah Kerajaan Ayutthaya, yang terletak di delta sungai Chao
Phraya(Thailand), dan Kerajaan
Khmer yang berada
di Tonle
Sap. Kerajaan-kerajaan maritim kegiatan utamanya
adalah perdagangan melalui laut. Kerajaan
Malaka dan Kerajaan
Sriwijaya adalah contoh
dari Kerajaan Maritim.
Kekuasaan dominan yang pertama kali muncul di kepulauan
adalah Sriwijaya di Sumatra. Dari abad ke-5 Masehi, Palembang sebagai ibukota Sriwijaya menjadi
pelabuhan besar dan berfungsi sebagai pelabuhan persinggahan (entrepot)
pada jalur Rempah-rempah (spice route). Sriwijaya juga merupakan pusat
pengaruh dan pendidikan agama Buddha yang cukup berpengaruh. Kemajuan teknologi
kelautan membuat pengaruh dan kemakmuran Sriwijaya memudar. Kemajuan
tersebut membuat para pedagang Tiongkok dan India untuk dapat secara langsung
mengirimkan barang-barang diantara keduanya.
Pulau Jawa kerap
kali didominasi oleh beberapa kerajaan agraris yang saling bersaing satu sama
lain, termasuk diantaranya kerajaan-kerajaan wangsa Syailendra, Mataram
Kuno dan akhirnya Majapahit. Para pedagang Muslim mulai mengunjungi Asia Tenggara pada
abad ke-12 Masehi. Samudera Pasai adalah kerajaan Islam yang pertama.
Ketika itu, Sriwijaya telah diambang keruntuhan akibat perselisihan internal.
Kesultanan Malaka, yang didirikan oleh salah seorang pangeran Sriwijaya,
berkembang kekuasaannya dalam perlindungan Tiongkok dan mengambil alih peranan
Sriwijaya sebelumnya. Agama Islam kemudian menyebar di sekitar kepulauan
selama abad ke-13 dan abad ke-14 menggantikan agama Hindu, dimana Malaka (yang
para penguasanya telah beragama Islam) berfungsi sebagai pusat penyebarannya di
wilayah ini. Beberapa kesultanan lainnya, seperti kesultanan Brunei di Kalimantan dan kesultanan Sulu di Filipina secara relatif mengalami sedikit
hubungan dengan kerajaan-kerajaan lainnya.[11]
2. Proses
Masuknya Islam di Asia Tenggara
Islam masuk ke Asia Tenggara melalui dua jalur utama,
yakni utara dan selatan. Jalur utara melalui daratan yang dikenal sebagai
“Jalan Sutra”, yakni jalur perdagangan yang menghubungkan Eropa, Arab, Persia,
Asia Tengah, dan Tiongkok. Jalur selatan melalui laut yang dikenal sebagai
“Jalan Keramik” yang menghubungkan Tiongkok, Nusantara, India, Arab, Afrika dan
Eropa.[12]
Secara umum, Islam masuk ke Asia Tenggara melalui
kegiatan pedagang dan para sufi. dengan jalan damai, terbuka dan tanpa paksaan
sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara. Hal ini berbeda
dengan daerah Islam di dunia lainnya, seperti Arab dan Turki yang disebarluaskan
melalui penaklukkan. Sekalipun demikian, hal ini bukan berarti tidak terjadi
konflik, bahkan peperangan di Asia Tenggara ketika terjadi Islamisasi, seperti
terjadi konflik antara Demak dengan Majapahit atau antara Cirebon (dan Banten)
dengan kerajaan-kerajaan Sunda.
Secara umum, kedatangan Islam di negara-negara Asia
Tenggara hampir semuanya didahului interaksi antara masyarakat di wilayah
kepulauan dan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman,
dan Arabia Selatan. Pada abad ke 5 sebelum masehi, kepulauan Melayu telah
menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan menjalin
hubungan dengan masyarakat pesisir. Sekalipun demikian, kalangan Muslim baru
mengintenskan proses Islamisasinya pada abad ke-15. Hal ini ditandai oleh
banyaknya pemukiman Muslim di Sumatra, Jawa, Campa, dan lain-lain, serta
berdirinya kerajaan-kerajaan Muslim di Nusantara dan Dunia Melayu.[13]
3.
Jalur Penyebaran Islam di Asia Tenggara
a.
Perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam
adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat
pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam
perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia.
Serta hubungan dengan pelabuhan-pelabuhan di Selat Malaka,
Teluk Siam, Indo-China, Kepulauan Rempah seperti Maluku dan Makasar sebagai
pusat kegiatan manusia dari berbagai tempat. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini
sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan
perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil
mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah
mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa
dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai
Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk
Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi
karena factor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. Perkembangan
selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di
tempat-tempat tinggalnya.[14]
b.
Pernikahan
Ditinjau dari aspek ekonomi, para pedagang
muslim mempunyai status sosial yang lebih baik ketimbang kebanyakan pribumi,
sehingga penduduk pribumi, khususnya para putri bangsawan, tertarik menjadi
para saudagar itu. Sebelum dinikahi, mereka di Islamkan terlebih dahulu.
Setelah mempunyai keturunan, lingkungan mereka semakin luas, dan akhirnya
muncul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan muslim.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula
wanita muslim yang dinikahi oleh keturunan bangsawan, setelah mereka masuk
Islam terlebih dahulu. Jalur pernikahan ini jauh lebih menguntungkan apabila
antara saudagar muslim dengan anak bangsawan itu turut mempercepat proses Islamisasi.
Demikianlah yang tejadi antara Raden Rahmat
atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Putri Kawunganten,
Brawijaya dengan Putri Campa, yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja Demak
pertama) dan lain-lain.
c.
Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi
mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat. Mereka mahir dan terampil menyembuhkan orang sakit. Diantara mereka
juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawan setempat.
Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan
kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang
sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan
diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung
persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di
Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini
masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M.
d. Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan,
baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama,
kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, para calon ulama, guru agama
dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka
pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ketempat tertentu guna
mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di
Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Bahkan, mereka pun diundang ke
Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
e. Kesenian
Penyebaran Islam dikembangkan melalui seni,
seperti seni arsitektur dan kaligrafi, serta berbagai seni lain bercorak Islam.
Salah satu saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah
pertunjukan wayang (khususnya di Indonesia). Bahkan, dikatakan bahwa Sunan
Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Ia tidak
pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk
mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat.
Sebagian besar cerita wayang masih dipetik
dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam cerita itu di sisipkan ajaran
nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan sebagai alat
Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan
seni ukir.
f.
Politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan
rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh
politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Selain itu, di
Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik,
kerajaan-kerajaan Islam juga memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Secara
politis, Kemenangan kerajaan Islam banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam
untuk masuk Islam.[15]
4.
Teori-Teori
Terkait Proses Masuknya Islam di Asia Tenggara
Three theories
purport to explain the acceptance of Islam:
a.
The role of Muslim merchants who married into
local rulling families, and provided important diplomatic skills, wealth, and
international experience for the commercial enterprises of coastal rules. The
first converst were local rulers who sought attract Muslim traffic and win
allies in the struggle against Hindu traders from Java. Coastal chiefs used
conversion to legitimize their resistance to the authority of Majapahit and to
throw off the suzerainty of central Javan empires.
b.
The importance of missionaries from Gujarat,
Bengal, and Arabia. The Sufis came not only as teachers but also as traders and
politicians who penetrated the courts of rulers, the quarters of mechants, and
the village of the countryside. They could communicate their religious vision in
a form compatible with beliefs already held in Indonesia. Pantheistic doctrines
were understood because of Hindu teaching. Saint worship and faith in the saint
ads a healer were common to both Muslim and Indonesians.
c.
The value of Islam to the common people
rather than to the rulling elites. Islam provided an ideological basis for
individual worth, for solidarity in peasant and merchant communities, and for
the integration of parochial groups into larger societies.
It seems likely that all three factors were
at work, though circumstances undoubtedly differed from place to place. While
there was no single process or single source for the spread of Islam in
Southeast Asia, the travels of individual merchants and Sufis, the winning of
apprentices and disciples, and the founding of schools seem crucial.[16]
5.
Ragam Teori yang Menjelaskan Asal Kedatangan
Islam
Secara signifikan, Islam telah memberikan
pandangan hidup baru bagi penduduk Asia Tenggara. Dikatakan demikian lantaran
penduduk yang semula tidak memiliki embel-embel agama, namun sejak datangnya
Islam, mereka mempunyai agama dan berketuhanan.
Adapun yang perlu diapresiasi adalah Islam
datang di Asia Tenggara tidak serta merta menghilangkan budaya atau lokalitas
penduduk. Justru, Islam menjadi bingkai dan turut mewarnai jalannya tradisi
penduduk.
Meskipun demikian, proses masuknya Islam di
negara-negara bagian Asia Tenggara tidak sepenuhnya sama. Semuanya mempunyai
karakteristik masing-masing dan budaya yang benar-benar berbeda. Ada juga
negara yang sudah menggunakan tradisi Islam ala Persia dan Islam ala Arab.
Sebagai contoh, di Malaysia, ajaran Islam dan tradisi Islam Arab berkembang
dengan baik. Bahkan Malaysia termasuk salah satu Negara di Asia yang ajaran
keislamannya hamper mirip dengan Islam Arab.
Tidak hanya proses masuknya yang menimbulkan
perdebatan dikalangan para sejarawan maupun agamawan, melainkan juga mengenai
teori asal-usul Islam di kawasan Asia Tenggara. Ada banyak teori yang
menjelaskan tentang asal datangnya Islam, seperti teori Arab, Tiongkok, dan
India. Berikut penjelasan selengkapnya.[17]
a.
Teori Kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari
Arab
John Crawford
menerangkan bahwa Islam datang dari Arab melalui para pedagang. Buktinya,
catatan Tiongkok menjelaskan bahwa orang-orang Arab dan Persia memiliki pusat
perniagaan di Canton sejak tahun 300 M
Para pedagang Arab
yang datang ke Tiangkok singgah di pelabuhan Asia Tenggara, tepatnya di Selat
Malaka, karena posisinya yang strategis, dalam jalur perdagangan. Lantas,
mereka tinggal selama beberapa bulan di Asia Tenggara, bahkan ada pula yang
menetap serta membangun perkampungan Arab. Perkampungan ini pun menjadi tempat
untuk berdagang. Ada juga pedagang Arab yang menikah dengan wanita setempat dan
menyebarkan Islam. Karena sebagian besar pedagang menggunakan jalur laut
sebagai sarana transportasi, maka pada masa menunggu angin mosun/musim, mereka
menggunakan kesempatan itu untuk mengembangkan Islam.
Adapun beberapa bukti
dari teori ini ialah sebagai berikut:
1) Kampung Arab di Sumatera Utara, yaitu Ta Shih.
2) Persamaan penulisan sekaligus kesusastraan
Asia Tenggara dan Arab.
3) Budaya dan Musik (pengaruh dari Arab),
seperti tari Zapin.
4) Karya-karya yang menceritakan pengislaman
raja setempat oleh Syekh dari Arab, misalnya Hikayat Para Raja Samudra Pasai menerangkan bahwa Raja Malik
diislamkan oleh ahli sufi dari Arab, yakni Syekh Ismail.[18]
b.
Teori Kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari
Tiongkok
Menurut Eridia,
Canton pernah menjadi pusat perdagangan bagi para pedagang Arab hingga pedagang
Tiongkok memeluk Islam. Pedagang Tiongkok Islam ini pun berdagang di Asia
Tenggara, selain menyebarkan Islam. Sedangkan, menurut Fatimi, pedagang
Tiongkok Canton pernah berpindah beramai-ramai ke Asia Tenggara.
Adapun berbagai bukti
kedatangan Islam dari Tiongkok ialah sebagai berikut:
1) Batu bersurat Terengganu, yakni batu nisan
yang terdapat ayat al-Qur’an, di Pekan, Pahang.
2) Wujud persamaan antara seni bangunan tiongkok
dengan masjid di Kelantan, Malaka, dan Jawa, yaitu bumbung pagoda, ciri khas
atap genteng dari Tiongkok.
c.
Teori Kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari
India atau Gujarat
Teori ketiga adalah
teori India atau Gujarat. Ini dikemukakan oleh S. Hurgronje. Menurutnya, Islam
datang dari Gujarat atau India dan pantai Koramandel di Semenanjung India.
Hubungan dagang antara Asia Tenggara dengan India terwujud sejak lama. Itu
memberikan peluang bagi pedagang Islam India untuk menyebarkan Islam.
Adapun beberapa bukti
dari teori ini adalah sebagai berikut:
1) Terdapat batu mermer pada batu nisan, yang
menunjukkan ciri buatan India, seperti batu nisan Raja Malik Pasai.
2) Unsur budaya India sangat banyak dijumpai di
negara-negara Asia Tenggara.[19]
6. Kerajaan
Islam di Asia Tenggara
Penyebaran Islam di wilayah Asia Tenggara
ditandai dengan berdirinya kesultanan Islam di kawasan tersebut. Sejarah perkembangan
kesultanan Islam di Asia Tenggara tidak lepas dari kepentingan perdagangan dan
syiar agama yang dibawa oleh para saudagar dan ulama muslim dari Asia Barat.
Adapun Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Julukan ini diberikan
mengingat peranannya sebagai jalan lalu lintas antara Asia Timur san Asia Barat
bagi para pedagang yang hendak keluar masuk pelabuhan-pelabuhan di Asia
Tenggara. Berikut ini adalah beberapa kesultanan Islam yang pernah berkuasa di
Asia Tenggara.
Kesultanan Samudera Pasai (abad ke-13),
Kesultanan Malaka (abad ke-15), Kesultanan Islam Pattani (abad ke-15), Kesultanan
Brunei Darussalam (abad ke-15), Kesultanan Islam Sulu (abad ke-15), Kesultanan
Ternate (abad ke-15), Kesultanan Aceh Darussalam (abad ke-16), Kesultanan Demak
(abad ke-16), Kesultanan Cirebon (abad ke-16), Kesultanan Banjar (abad ke-16), Kesultanan
Banten (abad ke-16), Kesultanan Buton (abad ke-16), Kesultanan Goa (abad ke-16),
Kesultanan Johor (abad ke-16), Kesultanan Kutai (abad ke-16), Kesultanan Pajang
(abad ke-16), Kesultanan Mataram (abad ke-16), Kesultanan Bima (abad ke-17), Kesultanan
Siak Sri Indrapura (abad ke-18).[20]
B.
Perkembangan Islam di Asia Tenggara
Perkembangan Islam di Asia Tenggara terjadi kedalam tiga
tahap, yaitu:
Tahap masuknya para pedagang muslim (7-12 M),
perkembangan Islam di Asia Tenggara dimulai dari tahap ini yyang dimulai dengan
kontak social budaya antara pedagang muslim dan penduduk setempat. Pada fase
ini, awalnya belum diketahui secara jelas mengenai bukti masuknya penduduk asli
ke dalam Islam. Baru setelah sekitar abad ke-13 M/ 7 H, ditemukan bukti yang
cukup jelas. Kemungkinan, pada abad ke-1 sampai abad ke-4, terdapat perkawinan anatra
penduduk setempat dengan pedagang muslim, hal ini yang kemudian menjadikan para
penduduk setempat masuk kedalam agama Islam.
Tahap terbentuknya kerajaan Islam (13-16 M), pada fase
kedua ini, Islam semakin tersosialisasi di kawasan Nusantara dengan mulai
terbentuknya kekuasaan Islam. Pada akhir abad ke-13, kerajaan Samudera Pasai,
yakni sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia merebut jalur perdagangan di
selat Malaka yang sebelumnya dikuasai oleh Sriwijaya. Hal ini terus berlanjut
hingga pada awal abad ke-14, berdirilah kerajaan Malaka di Semenanjung
Malaysia. Perkembangan Islam di Pesisir Timur Sumatera dan Semenanjung Malak
tidak terlepas dari peran serta Sultan Mansyur Syah yang merupakan suktan
keenam Malaka. Di bagian ini, jawa saat itu sudah memperlihatkan bukti kuat
peranan kelompok masyarakat Muslim. Terutama di pesisir utara.
Tahap munculnya lembaga-lembaga Keislaman, pada fase
ketiga ini, sosialisasi agama Islam semakin pesat dan semakin tak terbendung
lagi masuk ke dalam pusat-pusat kekuasaan dan menyebar terus menerus hampir ke
seluruh wilayah. Tentunya, hal ini tidak bisa lepas dari peran serta para
penyebar dan pengajar ajaran agama Islam.[21]
1.
Dinamika Perkembangan Masyarakat Islam di
Asia Tenggara pada Masa Lampau
Suatu kenyataan historis yang sudah tidak diragukan lagi
kebenarannya, bahwa masyarakat Islam telah berkembang di Asia Tenggara sejak
ratusan tahun yang lalu. Meskipun demikian, seperti telah dikemukakan hanya
tiga negara yang terdapat di kawasan Asia Tenggara ini, yaitu Indonesia,
Malaysia, dan Brunei Darussalam saja yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Hal ini telah memberikan gambaran yang dapat dipahami, bahwa perkembangan
masyarakat Islam disejumlah negara di kawasan ini, selain pada tiga negara yang
telah disebutkan, dari segi kuantitasnya dapat dikategorikan masih dalam tahap
awal, sebab perkembangan masyarakat Islam pada umumnya sesuai dengan realitas
sejarah memang berawal dari jumlah yang minoritas, kemudian dalam perkembangan
selanjutnya lebih menjadi kelompok masyarakat yang mayoritas.
Apa yang dikemukakan di atas, sesungguhnya merupakan
gambaran umum perkembangan mayarakat Islam di Asia Tenggara pada masa lampau,
yaitu ada kelompok masyarakat Islam pada wilayah-wilayah tertentu dari segi
kuantitasnya masih dalam jumlah yang minoritas dan ada pula kelompok mayarakat
Islam pada wilayah-wilayah tertentu yang lain dalam perkembangannya sudah
merupakan kelompok masyarakat yang mayoritas, sehingga sebagian di antara
mereka telah berhasil mendirikan negara dengan system pemerintahan yang
bercorak Islam, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Perkembangan masyarakat Islam di Asia Tenggara yang
tergolong kelompok mayarakat minoritas di suatu negara tertentu terdapat di
Vietnam, Kamboja, Burma, Thailand, Singapura, dan Filipina, meskipun masyarakat
Islam termasuk kelompok minoritas di sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara
yang disebutkan ini, namun ada juga tempat atau daerah tertentu yang merupakan
wilayah dari suatu negara tersebut mempunyai penduduk yang mayoritas beragama
Islam. Misalnya di Pulau Mindanao dan Kepulauan Sulu di Filipina Selatan.[22]
Masyarakat Islam diwilayah ini disebut Moro. Jumlah mereka sekitar 4,5 juta
jiwa atau 9 % dari seluruh penduduk Filipina.[23]
Di Singapura masyarakat Islam berjumlah 16 % dari seluruh
penduduknya, di Burma 3,9 % dan di Muangthai sekitar 4 %. Sementara itu, di
negara-negara yang terkenal memiliki penduduk mayoritas masyarakat Islam,
seperti di Indonesia telah diperoleh keterangan bahwa saat ini 90 % penduduknya
beragama Islam, di Malaysia ada 55 % yang beragama Islam dari seluruh jumlah
penduduknya, dan di Brunei Darussalam sekalipun tidak diketahui secara pasti
berapa persen jumlah penduduknya yang beragama Islam, tetapi negara ini
terkenal mempunyai penduduk yang sebagian besar beragama Islam dari jumlah
penduduknya yang berkisar 200.000 jiwa.[24]
Tampaknya masyarakat Islam di Asia Tenggara telah
berkembang berabad-abad lamanya. Gerak pertumbuhan dan perkembangan masyarakat
Islam di kawasan ini berawal dari wilayah-wilayah pesisir yang diperkirakan
mula pertama berlangsung di kepulauan Nusantara, yaitu antara abad ke-7 dan
ke-10 Masehi. Hal ini terbukti atau dapat ditandai dengan berdirinya kesultanan
Perlak sejak Tahun 225 H atau 840 M di Aceh, Sumatera Utara.[25]
Seiring dengan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Islam yang
mula pertama di kepulauan Nusantara ini, kemudian menyusul pula di kawasan Asia
Tenggara lainnya, sebab Islam sudah mulai pula masuk di Burma pada abad ke-9 M,
Malaka pada abad ke-11 M, Muangthai pada abad ke-13 M, Filipina dan Brunei pada
abad ke-15 M.[26]
Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Islam di Asia
Tenggara dalam kenyataannya berlanjut secara terus menerus dan pada
wilayah-wilayah tertentu menunjukkan suatu keadaan yang pasang surut, akibat
situasi dan kondisi politik yang dialaminya terkadang kurang, bahkan tidak
menimbulkan dampak positif terhadap perkembangan itu. Sebagai contoh, Manila di
Filipina yang dulunya merupakan sebuah kerajaan Islam, kemudian dihancurkan
oleh ekspedisi militer Spanyol dan memaksa penduduknya untuk pindah kedalam
agama mereka.
2.
Dinamika Sejarah Perkembangan/Kemajuan Islam
di Asia Tenggara dari Masa ke Masa
Perkembangan masyarakat Islam di Asia Tenggara dapat
dikatakan cukup panjang, bahkan ada wilayah di kawasan ini seperti Perlak yang
termasuk wilayah Aceh di Sumatera Utara, perkembangan masyarakat Islam di
daerah ini sudah lebih dari satu mileniun lamanya. Babakan sejarah perkembangan
masyarakat Islam di Asia Tenggara ini kelihatannya secara garis besarnya dapat
dibagi atas tiga masa, yaitu:
a. Masa Sebelum Kolonial
Masa sebelum kolonial bagi perkembangan masyarakat di
Asia Tenggara, yaitu masa yang dimulai sejak berdirinya kesultanan Perlak pada
tahun 840 M. Sampai dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511
M. Pada masa ini di Asia Tenggara, seperti di Indonesia, masyarakat Islam
secara politis sudah mampu membentuk pemerintahan tersendiri, sehingga ada
beberapa kerajaan Islam berhasil didirikan, misalnya Perlak pada tahun 840 M,
Samudra Pasai pada tahun 1270, Ternate pada tahun 1460 M, [27]
Demak pada tahun 1478, [28]
dan Malaka pada tahun 1384.[29]
Pada masa ini masyarakat Islam di Asia Tenggara selain
telah memiliki kemajuan di bidang politik, juga sudah memperhatikan masalah
pendidikan. Di pulau Jawa misalnya, Raden Rahmat atau Sunan Ampel telah
mendirikan pesantren di Ampel Denta, Surabaya dan santrinya, Raden Fatah juga
mendirikan pesantren di hutan Glagah Arum, sebelah selatan Jepara pada tahun
1475 M.[30]
Perhatian terhadap ilmu pengetahuan pada masa ini sudah mulai hidup di kalangan
masyarakat Islam.[31]
Kerajaan Samudra Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan tempat
berkumpul ulama-ulama dari beerbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagai
masalah keagamaan dan keduniaan.
b. Masa Kolonial
Perkembangan masyarakat Islam di Asia Tenggara melalui
suatu masa yang dalam kajian ini disebut masa kolonial. Masa ini berlangsung
sejak jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada Tahun 1511 M sampai dengan
berdirinya negara-negara merdeka di kawasan ini pada abad ke 20 M, seperti
Indonesia pada tahun 1945 M, Malaysia pada tahun 1957 M, Filipina pada tahun
1946 M, Burma pada tahun 1984 M, Singapura pada tahun 1965 M, Kamboja pada
tahun 1953 M, dan Brunei pada tahun 1984 M. bangsa-bangsa yang merupakan kaum
colonial dan pernah menjajah di Asia Tenggara yaitu, Portugis, Spanyol,
Belanda, Inggris, Prancis, Jepang dan Amerika Serikat.[32]
Masyarakat Islam di Asia Tenggara dalam perkembangannya
pada masa colonial mengalami pasang surut. Di Indonesia, sejak jatuhnya Malaka
ke tangan Portugis pada tahun 1511 M. Pusat-pusat kekuasaan Islam bertambah
meningkat jumlahnya. Taufik Abdullah memandang, tahun kejatuhan Malaka ini
sebagai awal kebangkitan pusat-pusat kekuasaan Islam di negeri ini, sehingga
abad ke-16 M dianggap sebagai periode pertumbuhan pusat-pusat kekuasaan Islam
dan abad ke-17 M merupakan puncak kejayaannya, khususnya Aceh, Banten, Mataram,
Gowa-Tallo, dan Ternate. Kemudian pada abad ke-18 M dilihatnya sebagai abad
kemunduran bagi pusat kekuasaan Islam terutama di Jawa, Banten dan Mataram.[33]
Pada abad ke-19 M dan ke-20 M kesadaran politik memilki
di kalangan Mayarakat Islam di Asia Tenggara dan kesadaran hidup beragama
mereka semakin muncul dipermukaan. Perlawanan bersenjata terhadap kaum colonial
timbul di beberapa tempat dalam abad ke-19 M, seperti Perang Diponegoro
(1825-1830 M), Perang Paderi (1827-1837 M), Perang Banjarmasin (1857-1905 M),
dan Perang Aceh (1873-1912 M).[34]
Di samping itu, lembaga-lembaga keagamaan yang bergerak dalam bidang-bidang
tertentu juga meningkat, demikian pula organisasi dan partai Islam juga
dibentuk dalam abad ke-20 sebelum masa kemerdekaan.
Di saat yang sama, bentuk-bentuk keagamaan dan social
yang baru serta aksi politik juga terbentuk di beberapa pelabuhan uatama di
Sumatera, Jawad an Melayu, demikian pula dilingkungan pedagang muslim yang peka
terhadap tekanan ekspansi kolonial dan terhaadap derasnya arus pemikiran
reformis yang datang dari Mekah dan Mesir, rupanya menyebabkan Singapura
menjadi pusat utama gerakan reformisme dan modernism Islam.[35]
Akibat kebijakan Belanda mempersulit urusan haji telah menjadikan Singapura
yang sedang dikuasai Inggris sebagai pelabuhan bagi jamaah haji Indonesia
dimasa kolonial.
c. Masa Pasca Kolonial
Masa pasca colonial bagi perkembangan masyarakat Islam di
Asia Tenggara dapat pula disebut masa kemerdekaan. Hanya saja, masa kemerdekaan
bagi negara-negara di Asia Tenggara, seperti diketahui berbeda antara satu
negara dengan negara lainnya. Pada masa pasca kemerdekaan ini, perkembangan
masyarakat Islam di Asia Tenggara, baik yang termasuk kelompok minoritas maupun
tergolong kelompok mayoritas menunjukkan suatu era kebangkitan. Beberapa
organisasi Islam yang ditemukan di Asia Tenggara yang cukup berpengaruh dalam
perkembangan Islam adalah Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) yang didirikan
dibawah ketentuan Administration of
Muslim Law Act of 1966 di Singapura, angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM)
yang berada di barisan terdepan dalam mempromosikan citra positif tentang Islam
kepada umum. Di Malaysia, Islamic Center
of Burma (ICB), di Burma. Muslim
Independent Movement (MIM) yang didirikan tahun 1960 di Filipina. Dan
sejumlah organisasi Islam, baik bergerak dibidang social, ekonomi, politik
pendidikan maupun dakwah di Indonesia.[36]
Dengan demikian, hampir di setiap negara yang berada di kawasan Asia Tenggara
pada masa ini dapat dijumpai suatu organisasi Islam yang bertujuan untuk
kepentingan Islam dan umatnya.
3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Islam di Asia Tenggara
Dalam proses perkembangan masyarakat Islam di Asia
Tenggara, selain dijumpai beberapa hal yang merupakan sebagai factor
penghambat, juga dapat ditemukan hal-hal yang dapat dianggap sebagai factor
penunjangnya. Di antara hal-hal yang dipandang sebagai factor penghambat bagi
perkembangan masyarakat Islam di Asia Tenggara itu, tentu saja tidak berbeda
dengan factor-faktor yang dikategorikan sebagai tantangan dalam pembentukannya,
misalnya masih kuatnya kepercayaan lama (animisme dan dinamisme) warisan
leluhur, telah berkembangnya agama non Islam (Hindu-Budha) dalam masyarakat dan
datangnya kaum penjajah Barat yang secara keseluruhan beragama Kristen dan
menganggap Islam sebagai saiangan, bahkan musuh mereka.
Sebagai contoh di Indonesia, ketika pengaruh kepercayaan
lama (animisme dan dinamisme) masih kuat dalam masyarakat dan pengaruh
Hindu-Budha, seperti Sriwijaya dan Majapahit masih besar di Nusantara,
perkembangan masyarakat Islam masih terbebas ruang geraknya. Demikian pula
halnya masyarakat Islam di Muangthai Selatan, walupun suadah sejak lama
diintegrasikan ke dalam negara Thailand yang Budhis, provinsi-provinsi yang
didomonasi oleh masyarakat Islam yaitu Patani, Yala, Narathivat dan Stun, boleh
dikatakan masih tetap terisolasi dan birokrasi negara, akibat perbedaan yang
sangat besar dalam hal agama, Bahasa dan kebudayaan. Di Filipina perkembangan
masyarakat Islam dalam kenyataannya terhambat oleh kedatangan bangsa Spanyol
menjajah negeri itu, sebab kaum penjajah ini selain datang berkuasa juga
berusaha agar penduduk beralih agama dari Islam menjadi Kristen. Sehingga
rakyat kehilangan kemerdekaannya dalam beragama dan lebih merasakan semacam
perbudakan.
Demikian sejumlah factor penghambat bagi perkembangan
masyarakat Islam di Asia Tenggara, tetapi disamping itu sebagaimana telah
dikemukakan, ada pula hal-hal yang merupakan factor penunjangnya. Di antara
factor penunjang masyarakat Islam di Asia Tenggara yang dimaksudkan itu,
misalnya adanya sejumlah pusat kekuasaan dan penyebaran Islam, masuknya Islam
sejumlah orang berpengaruh dan aktif dalam kegiatan penyebaran Islam, munculnya
sejumlah ulama yang berhasil mengislamkan raja dan kaum bangsawan yang
berpengaruh di suatu daerah tertentu, berdirinya organisasi-organisasi tarekat
sufi mu’tabar dan local yang memilki cabang dan ranting di berbagai daerah,
terbentuknya lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran Islam yang berupa
pesantren dan surau, dilaksanakannya dakwah Islamiyah secara intensif dalam bentuk
pengajian dan majelis ta’lim oleh para mubaligh Islam, dan berdirinya
negara-negara nasional yang mengayomi dan memberikan beragama terhadap setiap
kelompok masyarakat yang merupakan penduduknya.[37]
C.
Penyebaran Islam di Negara-Negara Asia
Tenggara
1.
Islam di Indonesia
Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dibawa oleh
pedagang Islam dari Arab, Gujarat dan Malabar. Cara menyiarkan Islam dengan
damai tidak dengan kekerasan atau paksaan. Adapun daerah-daerah yang mula-mula
dimasuki Islam ialah Sumatera bagian Utara, sumatera Barat dan Jawa Tengah.
Perkembangan Islam di Sumatera dapat pesat setelah kerajaan Sriwijaya mengalami
kemunduran, terutama di Samudera Pasai. Dari Samudera Pasai Islam berkembang ke
Malaka, Minangkabau, Riau, Tapanuli dan lain-lainnya.
Agama Islam masuk ke Jawa pada masa pemerintahan Ratu
Sima (674 M) dan Islam dapat berkembang dengan pesatnya setelah kerajaan Hindu
di Majapahit mengalami kemerosotan. Adapaun yang sangat berperan dan berjasa
menyiarkan agama Islam ke seleruh pelosok Jawa ialah Wali Songo. Sedangkan
perkembangan agama Islam di Sulawesi tidak sepesat seperti di Sumatera dan
Jawa, karena adanya pertentangan Islam dengan kerajaan yang belum Islam demi
kepentingan politik. Adapun perkembangan Islam di Kalimantan sangat pesat,
sejak Sultan Suryanullah tahun 1550 M. Demak mengirimkan para penghulu untuk
mengajar agama Islam kepada masyarakat Kalimantan. Agama Islam berkembang di
Kutai ± tahun 157 M, di Brunei sejak abad Ke-15, di Kalimantan Barat sejak
tahun 1550 M, dan kepada suku Dayak tahun 1677 M. Bersamaan dengan
berkembangnya agama Islam maka berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
antara lain di Demak, Pajang, Mataram, Banten, Kalimantan, Sulawesi dan
Sumatera.
Agama Islam di Indonesia dapat berkembang dengan baik dan
pesat. Hal itu terbukti sekitar 88 % (1985) penduduk menganut agama Islam,
kemudian tempat-tempat ibadah banyak dibangun disetiap kota-kota, desa dan lain
sebagainya. Tempat-tempat pengajian, tempat-tempat TPA atau Taman Pendidikan
Al-qur’an hampir di setiap kampung ada. Disamping itu, pada hari raya Idul
Fitri, hari raya Qurban kita dapat menyaksikan orang Islam berduyun-duyun ke
lapangan untuk shalat. Juga dalam pembagian zakat fitrah, penyembelihan hewan
kurban dan pelaksanaan ibadah haji, yang tiap tahun calon jamaah haji Indonesia
selalu bertambah dan untuk tahun 1995 calon haji (yang mendaftar) samapai 240.000
orang sehingga melebihi kuota. Maraknya jilbab di sekolah-sekolah dan
kampus-kampus perguruan tinggi, maraknya gerakan dakwah kampus, lahirnya
organisasi remaja masjid, pesantren-pesantren kilat pada masa liburan sekolah,
lahirnya ICMI, Bank Muamalat, Asuransi Islam dan sebagainya. Semua itu,
menunjukan bahwa agama Islam dapat berkembang baik di Indonesia. Di Indonesia
terdapat Masjid terbesar di Asia Tenggara yaitu Masjid Istiqlal yang bertempat
di Jakarta.[38]
2.
Islam di Malaysia
Sebelum
abad ke-9, Malaysia merupakan bagian dari Kepulauan Nusantara yang dikuasai
Sriwijaya dan Majapahit. Pada abad ke-9, Islam masuk ke Malaysia dibawa oleh
para pedagang dari Gujarat, bersamaan dengan masuknya Islam ke Kepulauan
Nusantara. Munculnya Islam di Malaysia berkat jasa para pedagang yang mempunyai
semangat tinggi dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam dari Arab melalui
Malaka, yang saat itu sebagai pusat perdagangan.
Disamping
itu, ada seorang ulama bernama Sidi Abdul Aziz dari Jeddah yang mengislamkan
pejabat pemerintah Malaka dan kemudian terbentuklah kerjaan Islam di Malaka
dengan rajanya yang pertama Sultan Permaisura. Setelah beliau wafat diganti
oleh Sultan Iskandar Syah dan penyiaran Islam bertambah maju, pada masa Sultan
Mansyur Syah (1414-1477 M). Sultan suka menyambung tali persahabatan dengan
kerajaan lain seperti Syam, Majapahit, dan Tiongkok. Kejayaan Malaka dapat
dibina lagi sedikit demi sedikit oleh Sultan Aludin Syah I, sebagai pengganti
Muhammad Syah. Kemudian pusat pemerintahannya dari Kampar ke Johor (Semenanjung
Malaka). Sultan Alaudin Syah I dikenal sebagai Sultan Johor yang pertama dan
negeri Johor makin nertambah ramai dengan datangnya para pedagang dan
pendatang.
Sampai
sekarang perkembangan agama Islam di Malaysia makin bertambah maju dan pesat,
dengan bukti banyaknya masjid-masjid yang dibangun, juga terlihat dalam
penyelenggaraan jamaah haji yang begitu baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa
perkemabangan Islam di Malaysia, tidak ada hambatan. Bahkan, ditegaskan dalam
konstitusi negaranya bahwa Islam merupakan agama resmi negara. Di kelantan,
hukum hudud (pidana Islam) telah diberlakukan sejak 1992. kelantan adalah
negara bagian yang dikuasai partai oposisi, yakni Partai Al-Islam se-Malaysia
(PAS) yang berideologi Islam. Dalam pemilu 1990 mengalahkan UMNO dan PAS
dipimpin oleh Nik Mat Nik Abdul Azis yang menjabat sebagai Menteri Besar
Kelantan.[39]
3.
Islam di Brunei Darussalam
Islam
masuk ke Brunei pada abad ke-15. Sejak itu, kerajaan Brunei berubah menjadi
Kesultanan Islam. Islam menyebar pada masyarakat Brunei para pedagang Cina dan
lainnya. Akan tetapi, Islam baru menjadi agama resmi negara semenjak Raja Awang
Alak Betatar yang semula beragama Hindhu-Budha masuk Islam dan berganti nama
menjadi Muhammad Syah (1406-1408).
Agama
Islam di Brunei dapat berkembang dengan baik tanpa ada hambatan-hambatan.
Bahkan, agama Islam di Brunei merupakan agama resmi negara. Untuk pengembangan
agama Islam lebih lanjut telah didatangkan ulama-ulama dari luar negeri,
termasuk dari Indonesia. Masjid-masjid banyak didirikan. Umat Islam di Brunei
menikmati kehidupan yang benar-benar sejahtrera sesuai dengan namanya
Darussalam (negeri yang damai). Pendapatan perkapita negara ini termasuk
tertinggi di dunia. Pendidikan dan perawatan kesehatan diberikan secara
cuma-cuma oleh pemerintah. Negara Brunei Darussalam merupakan negara termuda di
Asia Tenggara (merdeka tahun 1984 dari Inggris). Penduduk Brunei Darussalam
mayoritas beragama Islam.[40]
4. Islam
di Singapura
Islam
masuk ke Singapura pada abad ke-8 karena pada abad tersebut para pedagang
Muslim telah sampai ke Kanton, Cina, yang singgah di pulau-pulau yang telah
berpenduduk di semanjung tanah Melayu.
Perkembangan
Islam di singapura boleh dikatakan tidak ada hambatan, baik dari segi politik
maupun birokratis. Muslim di Singapura ± 15 % dari jumlah penduduk, yaitu ±
476.000 orang Islam. Sebagai temapt pusat kegiatan Islam ada ± 80 masjid yang
ada di sana. Pada tanggal 1 Juli 1968, dibentuklah MUIS (Majelis Ulama Islam
Singapura) yang mempunyai tanggung jawab atas aktivitas keagamaan, kesehatan,
pendidikan, perekonomian, kemasyarakatan dan kebudayaan Islam.[41]
5. Islam
di Filipina
Sejarah
masuknya Islam ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan
Mindanao, dimulai pada tahun 1380 M atau abad ke-14. Islam masuk ke Filipina
secara damai dan melalui jalur kultural. Pada masa tersebut, suku-suku di
Filipina menganut animism dan dinameisme, seperti penyembah roh leluhur dan
pemuja roh melalui patung (peganis). Melalui akultrasi (dan sinskretisasi)
tradisi local dan nilai-nilai keislaman, Islam di Filipina dapat disebarkan.
Berdasarkan
catatan Kapten Tomas Forst tahun 1775 M, ada orang Arab yang mula-mula masuk
pulau Mindanau (Filiphina) adalah Mubalig yang bernama Kebungsuan pada abad
ke-15 M. Sedangkan yang menyebarkan agama Islam di pulau sulu ialah Sayid Abdul
Aziz (Sidi Abdul Aziz) dari Jeddah. Ulama ini juga mengislamkan raja Malaka
pertama yang semula beragama Hindu, yakni Permaisura diganti dengan Muhammad
Syah. Kemudian yang disusun dengan mubalig Abu Bakar yang menyebarkan Islam ke
Pulau Sulu, Pulau Luzon dan sebagainya. Muslim di Filipina adalah minoritas dan
nasib mereka sekarang sangat memprihatinkan. Seperti nasib muslim di Thailand,
Kamboja, Vietnam, Myanmar, di situ umat Islam mendapat gangguan, tekanan bahkan
pembasmian dari pihak-pihak yang memusuhinya. Hingga kini muslim Moro terus
berjuang untuk memperoleh otonomi karena mereka selalu ditindas dan
diperlakukan sebagai warga kelas dua oleh pemerintah Manila. Oleh karena itu,
muslim Moro terus berjuang mempertahankan diri, agama dan identitas sebagai
muslim.
6. Islam
di Thailand
Masuknya
Islam di Thailand tidak jauh berbeda dengan sejarah masuknya islam di kepulauan
Nusantara yaitu abad ke-7. Agama Islam masuk ke Thailand dengan melalui
Kerajaan Pasai (Aceh). Ketika Kerajaan Pasai ditaklukan Thailand, raja Zainal
Abidin dan orang-orang Islam banyak yang ditawan. Setelah mereka membayar
tebusan mereka dikeluarkan dari tawanan, dan para tawanan tersebut ada yang
pulang dan ada juga yang menetapa di Thailand, sehingga mereka menyebarkan
agama Islam. Ketika raja Thailand menekan Sultan Muzaffar Syah (1424-1444) dar
i Malak agar tetap tuduk kepada Thailand dengan membayar upeti sebanyak 40
tahil emas per tahun ditolaknya, kemudian Raja Pra Chan Wadi menyerang Malaka,
tetapi penyerangan tersebut gagal. Pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah
(1444-1477) tentara Thailand di Pahang dapat dibersihkan. Wakil Raja Thailand
yang bernama Dewa Sure dapat ditahan, tetapi beliau diperlakukan dengan baik.
Bahkan, puterinya diambil istri oleh Mansyur Syah untuk menghilangkan
permusuhan antara Thailand dengan Malaka. Pada akhir-akhir ini, muslim Pattani
cukup lama mendapat tekanan dan penindasan dari rezim Bangkok yang memeluk
Budha.[42]
7. Islam
di Vietnam
Masuknya
Islam ke Vietnam, sejarahwan sepakat bahwa Islam telah sampai ke Vietnam ini
pada adab ke 10 dan 11 Masehi melalui jamaah dari India, Persia dan pedagang
Arab, dan menyebar antara jamaah cham sejak adanya perkembangan kerajaan mereka
di daerah tengah Vietnam dan dikenal dengan nama kerajaan Champa.
Saat ini,
mayarakat muslim Vietnam biasanya dibedakan menjadi dua kategori. Pertama,
masyarakat muslim pendatang yang berkembang di kota-kota besar, seperti HO Chi
Minh. Kedua, masyarakat muslim Cam, yang merupakan penduduk local dan komunitas
muslim tertua yang menempati dataran pesisiri Vietnam Tengah. Jumlah masyarakat
muslim Vietnam mencapai sekitar 1 % dari seluruh populasi Vietnam, yakni
sekitar 420.000 jiwa.[43]
8. Islam
di Kamboja
Islam
masuk di Kamboja pada abad ke 11 M. Masuk dan berkembangnya Islam di Kamboja
tidak dapat dipisahkan dengan datangnya orang Campa di negeri ini. Hal ini
karena orang Campa telah memeluk agama Islam di negeri asalnya di Vietnam
Tengah, sebelum kemudian menyebarkannya di kamboja. Orang Campa yang
meneinggalkan tanah airnya karena desakan Nam tien atau pergerakan orang-orang
Vietnam ke Selatan. Untuk menyelamatkan diri, mereka hijrah ke kamboja. Di
Kamboja mereka bertemu dengan kelompok Melayu yang datang dari Nusantara.
Kehadiran masyarakat Melayu di Kamboja bermula sejak beberapa abad sebelumnya.
Sumber-sumber Khmer menyebutkan bahwa dalam abad VII, kaum Jva (Jawa) telah
menghuni beberapa wilayah Khmer sebagai pedagang, pelaut dan tentara laut. Semasa
abad XV, hubungan dunia Melayu dan Kamboja meningkat dari segi ekonomi dan
agama. Ramai pedagang dan penyebar agama tiba di Kamboja. Setelah Kamboja
kejatuhan rezim Pol Pot da kemudia diperintah oleh Hun Sen dan Raja Sihanouk,
masyarakat Melayu-Campa atau Khmer Islam kembali merasakan sedikit kemerdekaan
beragama. Masjid sudah mulai difungsikan kembali dan demikian juga
madrasah-madrasah.[44]
9. Islam
di Myanmar
Masuknya
Islam di Myanmar pada abad ke-9 M. Islam sampai ke Myanmar melalui banyak
jalan, yaitu: para pedagang arab muslim menetap di garis pantai selama abad
pertama hijriyah (ke 7 M) atau sesudahnya, mula mula di atas pantai Arakan, dan
kemudian ke selatan. Kemudian disusul oleh komunitas india dan malaysia
(melayu) yang telah efektif dalam menyebarkan agama islam. Akhirnya para
pengungsi dari Yunnan di abad sembilan belas menetap di bagian utara negeri
itu. Suatu negara muslim pada saat itu didirikan di Arakan ketika sultan bengal
yang Muslim Nasiruddin Mahmud Shah (1442-1459 M) membantu raja Sulaiman
Naramitha membangun negara yang muslim.
Pemerintahan
muslim berlangsung beberapa abad di Arakan dan meluas ke selatan sejauh
Moulmein selama pemerintahan Sultan salim Shah Razagri 91593-1612 M). Pada saat
itu bahasa Persia merupakan bahasa negara bagu negara muslim Arakan. Ibukotanya
Myohaung. Pada 1784 myanmar yang pengikut budha menaklukan negara muslim,
diikuti antara 1824 dan 1826 oleh Inggris. Maka pada saat Myanmar merdeka pada
1948, Arakan dimasukkan kedalam wilayah kekuasaan negara Myamnar.
Tantangan
Muslim kedepan yang dihadapinnya dapat dilihat dari konflik-konflik yang telah
terjadi, yaitu diantaranya
usaha untuk menuntut mendapatkan otonomi dari pemerintah. Terfokus pada
Muslim Rohingya di Myanmar yang paling mendapatkan siksa dari orang
Budhha/pemerintahan di Myanmar. Sehingga masalah perekonomian atau perdagangan
Muslim India yang mungkin masih dikuasai Pemerintah Myanmar dimasa yang
akan datang dapat diselesaikan. Selain itu di bidang pendidikan, yaitu harapan
akan adanya materi pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah negeri/
pemerintahan/ kerajaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan adanya organisasi
seperti RNLF, KMNLF dan KNLA diharapkan mampu mengatasi problem Muslim masa
yang akan datang di Myanmar.[45]
10. Islam
di Laos
Masuknya Agama Islam di Laos pada Abad ke-18 M orang yang
pertama kali masuk ke Laos melalui para pedagang Cina dari Yunnan. Para saudagar Cina ini bukan
hanya membawa dagangannya ke Laos, namun juga ke negara tetangganya seperti
Thailand dan Burma. Oleh masyarakat Laos dan Thailand, para pedagang asal
Cina ini dikenal dengan nama Chin Haw. Peninggalan kaum Chin Haw yang ada
hingga hari ini adalah: beberapa kelompok kecil komunitas Muslim yang
tingal di dataran tinggi dan perbukitan. Mereka menyuplai kebutuhan pokok
masyarakat perkotaan.
Kebanyakan mayarakat muslim di Laos terdiri dari para
pedagang keturunan Arab, Asia Selatan, Melayu, dan Campa. Ketika krisis politik
di Kamboja berkecamuk, banyak pengungsi musli Campa yang menyebrang ke Laos dan
menetap di sana. Para Muslim Huihui (China Muslim) juga banyak terdapat di
Laos. Diperkirakan jumlah masyarakat muslim di laos mencapai 40.000 jiwa.[46]
11. Islam di Timor Leste
Islam
masuk ke Timor sejak awal abad H seperti di kepulauan Indonesia pada awal abad
14 ketika kekuasaan Kesultanan Ternate dan Tidore sedang berada pada puncaknya.
Kedatangan Arab tidak secara terang-terangan memperkenalkan Islam, tetapi
menggunakan Bahasa perdaganagn karena penduduk Timor ketika itu belum siap
menerima agama taupun kebudayaan luar. Masyarakat timor masih memegang kuat
kebudayaan nenek moyak yang percaya dengan keberadaan benda gaib yang dianggap
keramat seperti Lulik. Agama Islam
masuk di Timor Leste Islam merupakan agama minoritas di Timor Leste, Badan
Inteligen AS dan Peneliti Fakta Sedunia CIA menyebutkan bahwa umat Muslim
terdiri atas 1 % dari jumlah penduduk negara ini. Kedatangan Islam di Timor
Timur bermula sebelum kedatangan orang-orang Portugis ke Timor pada tahun 1512
M. Kedatangan Muslim di Timor Leste
dapat dibagi atas tiga fase, Pertama, Islam
masuk ke Timor melalui kehadiran pedagang Arab atau pedagang Hadrami. Kedua, Islam masuk ke Timor melalui para
pendatang dari Afrika, khususnya wilayah Magribi yang merupakan pendatang
buangan dari pemerintahan colonial Portugal di wilayah Magrib. Ketiga, kedatangan Muslim di Indonesia.[47]
D.
Asia Tenggara Modern
1.
Ekonomi dan Agama
Asia
Tenggara modern memiliki ciri-ciri pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada
sebahagian besar negara-negara anggotanya dan semakin dekatnya integrasi
regional.Singapura, Brunei dan Malaysia secara tradisional mengalami
pertumbuhan yang tinggi dan pada umumnya dianggap sebagai negara-negara yang
lebih maju di wilayah ini. Thailand,Indonesia dan Filipina dapat dianggap sebagai negara-negara
berpenghasilan menengah di Asia Tenggara, sementara Vietnam pada beberapa waktu terakhir juga
mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Beberapa negara yang masih tertinggal
pertumbuhannya adalah Myanmar, Kamboja, Laos, dan Timor Timur yang baru merdeka. Agama yang dianut oleh penduduk Asia Tenggara sangat
beragam dan tersebar di seluruh wilayah. Agama Buddha menjadi mayoritas di Thailand, Myanmar, dan Laos serta Vietnam dan Kamboja.
Agama Islam dianut oleh mayoritas penduduk di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam menjadi negara dengan penganut
Islam terbanyak di dunia. Agama Kristen menjadi mayoritas di Filipina. Di Singapura, agama dengan pemeluk terbanyak adalah agama
yang dianut oleh orang
Tionghoa seperti Buddha, Taoisme, dan Konfusianisme.[48]
2.
Politik
Asia Tenggara Modern
Pada
tanggal 8 Agustus 1967, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)
didirikan oleh Thailand, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Setelah
diterimanya Kamboja ke dalam kelompok ini pada tahun 1999, Timor Timur adalah
satu-satunya negara di Asia Tenggara yang bukan merupakan anggota ASEAN. Tujuan
ASEAN adalah untuk meningkatkan kerjasama antar komunitas Asia Tenggara. ASEAN Free Trade
Area (AFTA) telah didirikan untuk mendorong
peningkatan perdagangan antara anggota-anggota ASEAN. ASEAN juga menjadi
pendukung utama dalam terciptanya integrasi yang lebih luas untuk wilayah
Asia-Pasifik melalui East Asia Summit.[49]
Setelah
pembentukan ASEAN, bentuk-bentuk kerja sama antara negara-negara Asia Tenggara
tersebut antara lain:
a.
Bidang
Ekonomi
Kerja sama di bidang ekonomi negara-negara
Asia Tenggara meliputi perdaganagn ekspor impor barang-barang mentah serta
jadi, pengelolaan tanaman pangan dan hutan, pendirian pabrik bersama, juga
pengiriman tenaga kerja dan amsuh banyak lagi. Tentang proyek industry bersama
juga telah diselenggarakan, antara lain:
-
Pendirian
pabrik pupuk Urea di Indonesia (di Provinsi NAD)
-
Pendirian
pabrik pupuk Urea di Malaysia
-
Pendirian
pabrik tembaga di Filipina
-
Pendirian
pabrik diesel Marine di Singapura (dibatalkan, sebab menjadi proyek nasional
Singapura sendiri)
-
Proyek
abu soda di Thailand dan Proyek Vaksin di Singapura
b.
Bidang
Politik dan Keamanan
Hasil kerja sama negara-negara Asia Tenggara
di bidang politik dan keamanan antara lain meliputi:
-
Penyelenggaraan
kerja sama untuk menjaga stabilitas keamanan kawasan wilayah Asia Tenggara
-
Pelepasan
tuntutan kepemilikan atas wilayah Sabah oleh Filipina kepada Malaysia
(sebaliknya, Malaysia tidak boleh membantu para gerilyawan Moro.
-
Mengadakan
perjanjian ekstradisi (penyerahan pelarian yang tertangkap) kepada negara asal)
antar negara anggota ASEAN.
-
Penandatanganan
kesepakatan tentang Asia Tenggara sebagai kawasan bebas senjata nuklir.
c.
Bidang
social Budaya
Kerja sama negara-bnegara ASEAN di bidang
social dan budaya dilaksanakan oleh COSD (Committee
on Ssocial Development). Kerja sama social budaya antar negara Asia
Tenggara diantaranya meliputi:
-
Program
peningkatan kesehatan (makanan dan obat-obatan)
-
Pertukaran
budaya dan seni, juga festival film ASEAN
-
Penandatanganan
kesepekatan bersama di bidang parawisata ASEAN Tourism Agreement (ATA).
-
Penyelenggaraan
pesta olahraga dua tahun sekali Sea-Games.[50]
Berikut gambaran Negara Asia Tenggara:
No
|
Negara
|
Kepala Negara
|
Agama
|
Suku Bangsa
|
Hasil Pertanian
|
1
|
Malaysia
|
Yang dipertuan Agung
|
Islam, Budha, Hindu, Kristen & Konguchu
|
Melayu, Cina, India
|
Karet, beras, kelapa sawit
|
2
|
Thailand
|
Raja
|
Budha, Islam, Kristen
|
Thai, Cina, Melayu
|
Beras, karet, jagung, gula
|
3
|
Filiphina
|
Presiden
|
Katholik, Islam, Protestan, Anglipayan
|
Filipina, Moro, Negrito
|
Gula, Beras, Nanas
|
4
|
Singapura
|
Presiden
|
Budha, Hindu, Kristen, Islam, dan Konghucu
|
Cina, Melayu, India, Pakistan
|
Buah-buahan, Anggrek
|
5
|
Indonesia
|
Presiden
|
Budha, Hindu, Kristen, Islam, Protestan,
dan Konghucu
|
Jawa, Sunda, Batak, Madura, Bugis, Asmat,
|
Besi, Jagung, Kedelai, Gula,
|
6
|
BruneiDarussalam
|
Sultan
|
Islam
|
Melayu, Cina
|
Karet, Beras, Rempah-rempah
|
7
|
Vietnam
|
Presiden
|
Budha, Katholik, Islam
|
Vietnam, Cina, Khmer
|
Karet, Beras, Kelapa sawit, Kayu
|
8
|
Myanmar
|
Presiden
|
Budha, Islam, Hindi, Kristen
|
Vietnam, Cina, Khmer
|
Karet, Kayu jati, Gandum, Jagung
|
9
|
Laos
|
Presiden
|
Budha, Kristen, Animisme
|
Thai, Khmer, Cina
|
Getah dammar, Padi
|
10
|
Kamboja
|
Raja
|
Budha, Islam
|
Khemr, Cina, Vietnam
|
Padi, Jagung, dan Karet
|
11
|
Timor Leste
|
-
|
-
|
-
|
-
|
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan uraian tulisan mengenai masuk dan perkembangnya Islam di
Asia Tenggara, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Islam masuk ke Asia
Tenggara melalui jalur perdagangan yang dibawa oleh para pedagang Muslim Arab,
India maupun dari Cina.
Islam masuk ke Asia Tenggara mulai dari abad ke 1 H/ 7 M yang dibawa
pedagang-pedagang Muslim yang berlayar ke Asia Tenggara, yang pertama kali
berlabuh dipesisir pulau Sumatra tepatnya di Pesisir Pasai (Aceh). Islam
kemudian berkembang menjadi kerajaan-kerajaan Islam pada abad ke 8 H/ 14 M.
Diantara kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara yang memilki peranan besar
dalam perkembangan Islam di Asia Tenggara ialah kerajaan Samudra Pasai,
kerajaan Malaka, kerajaan Aceh Darussalam, Kerajaan Demak, kerajaan Banten, kerajaan
Mataram Islam, kerajaan Gowa (Gowa –Tallo), serta kerajaan semananjung melayu.
Islamisasi di Asia Tenggara dengan cara damai dan berangsur, melalui beberapa
cara Islamisasi diantaranya, cara perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan,
kesenian dan politik. Islam mudah diterima dalam mayarakat Asia Tenggara karena
Islam memilki keistemewaan diantaranya adalah konsep Tuhan yang Esa, keadilan
hak individu dan masyarakat, kehidupan yang harmoni, menyinggung akhlak mulia,
berfikir secara rasional, memandang derajat sesama makhluk tanpa perbedaan
derajat serta tidak bersifat memaksa. Kedatangan Islam membawa pengaruh yang
sangat besar dalam kehidupan social, ekonomi maupun politik di kawasan Asia
Tenggara.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, Dinamika Masa Kini, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve.
Abdullah,
Taufik, Sejarah Ummat Islam Indonesia,
Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 2001.
Aizid, Rizem, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Yogyakarta: DIVA Press, 2015.
Bakti, Andi Faisal, Islam
and Nation Formation in Indonesia, Jakarta: Logos, 2000
Dahlan, M. “Dinamika
Perkembangan Islam di Asia Tenggara Persfektif Historis”, Jurnal Adabiyah Vol.
XIII nomor 1/2013.
Hamka, Sejarah Ummat Islam,
Cet ke-2, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Hidayat, Asep Ahmad dkk, Studi Islam di Asia Tenggara, Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Kartodirjo, Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru dari
Emporium samapi Imperium, Jilid I, Jakarta: PT. Gramedia 1987.
Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Ummat Islam, terj: Adi Ghofron A, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2000.
Lapidus, Ira M, A
History of Islamic Societies, Cambridge: University Press, 2002.
Munir,
Samsul, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
Amzah, 2016.
Muzani, Saiful, Pembangunan dan
Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: Pustaka 3 LP3ES Indonesia,
1993.
Nugroho, Ensklopedia
Nasional Indonesia, Jilid 2, Cet. II, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 2000.
Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010.
Subaguk, Sejarah Peradan di Asia
Tenggara, Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2000.
Suparman, Sulasma, Sejarah Islam di Asia dan Eropa dari Klasik hingga Masa Modern,
Bandung: CV Pustaka Setia, 2013.
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradapan
Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Suryadinata, Leo, Laksamana Cheng Ho dan Asia Tenggara, Jakarta: Pustaka LP3ES, 2007.
Suwarno,
Sasmito, Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap, Surabaya: Anugrah,
2005.
Thohir, Ajid, Studi Kawasan Dunia Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009
Tjandrasasmita, Uka, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia dari Abad ke
VII dan VIII Masehi, Jakarta: Menara Kudus, 2000.
Tjandrasasmita, Uka, Sejarah Nasional Indonesia III Jaman
Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1977.
Yatim, Badri Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Grafindo
Persada, 2000.
Zainurry, Eddy, Dinamika Islam
Filipina, Jakarta: LP3ES, 1989.
Zuhri, Saifudin, Sejarah Kebangkitan
Islam dan Perkembangannya di Indonesia, Cet ke-3, Bandung: al-Ma’arif,
2001.
Elzaffa, Masuknya
Islam di Asia Tenggara, (Maret 2014) dalam http://goresankataku.wordpress.com/
di akses pada 18 November 2016 pukul
19.05 Wib.
Jeki Sepriady, Perkembangan Kawasan Asia Tenggara Saat Ini, (Sepetember 2015)
dalam http://jekisepriady.blogspot.co.id/ di akses pada 27 November 2016 pukul 19.10 Wib.
[1]Nugroho,
Ensklopedia Nasional Indonesia, Jilid
2, Cet. II, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 2000), h. 346.
[2]Sulasma
dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan
Eropa dari Klasik hingga Masa Modern, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), h.
285.
[4]Saifudin
Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia,
Cet ke-3, (Bandung: al-Ma’arif, 2001), h. 88
[7]Saiful Muzani, Pembangunan dan Kebangkitan Islam
di Asia Tenggara, (Jakarta: Pustaka 3 LP3ES Indonesia, 1993), h. 27.
[10]Saifullah,
Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia
Tenggara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 8.
[13]Uka
Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan
Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia dari Abad ke VII dan VIII Masehi,
(Jakarta: Menara Kudus, 2000), h. 36-44.
[14]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta: Grafindo Persada, 2000), h. 201.
[15]Sulasma
dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan
Eropa dari Klasik hingga Masa Modern, h. 290-291.
[16]Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, (Cambridge:
University Press, 2002), h. 383-384.
[21]Elzaffa, Masuknya Islam di Asia Tenggara, (Maret 2014), dalam http://goresankataku.wordpress.com/
di akses pada 18 November 2016 pukul
19.05 Wib.
[30]Uka
Tjandrasasmita, Sejarah Nasional
Indonesia III Jaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1977), h. 124.
[34]Sartono
Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia
Baru dari Emporium samapi Imperium, Jilid I, (Jakarta: PT. Gramedia 1987),
377-385.
[35]Ira
M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam,
terj: Adi Ghofron A, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), h. 327.
[37]M.
Dahlan, “Dinamika Perkembangan Islam di Asia Tenggara Persfektif Historis”,
Jurnal Adabiyah Vol. XIII nomor 1/2013, h. 118-119.
[38]Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam,
Dinamika Masa Kini, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), h. 27.
[43]Asep
Ahmad Hidayat, dkk, Studi Islam di Asia
Tenggara, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 109-110.
[44]Saifullah,
Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia
Tenggara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 221-222.
[50]Jeki
Sepriady, Perkembangan Kawasan Asia
Tenggara Saat Ini, (Sepetember 2015) dalam http://jekisepriady.blogspot.co.id/
di akses pada 18 November 2016 pukul 19.10 Wib.
Komentar
Posting Komentar